Multimedia Sixties

The retro counter culture journey through the 1960s

Humor Rasis

Humor Rasis – Humor merupakan sebuah cerita pendek yang menceritakan suatu kejadian yang lucu dengan harapan dapat membuat pembacanya tertawa. Kelucuan sebuah humor bisa disebabkan oleh beberapa hal, misalnya kelakuan para pelaku, kejadian yang umum akan tetapi diplesetkan, kritik terhadap keadaan, kebodohan, kesalahpengertian, benturan antar budaya dan hal-hal lain….

Pada dasarnya humor merupakan salah satu bentuk dari budaya yang bersifat universal. Setiap orang pasti memiliki rasa humor, perbedaannya hanya orang yang memiliki rasahumor tinggi dan rasa humor yang rendah. Humor ialah suasana hati yang bersifatsementara, dikatakan sementara karena munculnya humor itu terjadi karena humor langsung terjadi. poker99

Humor merupakan sesuatu yang bersifat lucu yang dapat menggelikan hati ataurasa geli bagi yang mendengar maupun melihatnya. Humor itu tak hanya bersifat sebagai penghibur saja, akan tetapi dalam penelitian humor juga memiliki ciri-ciri atau bentuk dan fungsi sendiri. Salah satu bentuk humor ialah berbentuk verbal dannonverbal. Sedangkan fungsi dari humor tidak lepas dari fungsi bahasa itu sendiri. Seperti fungsi bahasa yang dikemukakan oleh R. Jacobson. https://www.americannamedaycalendar.com/

Humor Rasis

Sebagai negara-bangsa, kebinekaan ialah konsekuensi logis yang harus diamini. Negara bangsa, yang terkelit kelindan pulau demi pulau yang membentuk imagined communities bernama Indonesia, telah melahirkan khazanah indigenous capacities nya masing-masing sesuai dengan tradisi dan kultur komunalitas.

Para founding fathers sepakat untuk membentuk negara republik dan memilih hidup bersama di bawah panji Pancasila yang mengabsahkan dan menerima perbedaan sebagai panorama multikulturalisme. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika pun dipasang sebagai filosofi luhur yang harus diperjuangkan sepanjang detak republik.

Kebudayaan dan tradisi lokal yang sudah melekat termasuk kultur humor di dalamnya harus diapresiasi. Hal tersebut demi memperkuat basis-basis modal sosial di masing-masing daerah, yang berpijak pada komunalitas, menuju persatuan bangsa dalam keberagaman.

Humor lahir sebagai identitas kultural yang melekat erat dengan manusia. Di tengah kejenakaan nya yang amusing, menurut Stephen Leacock yang adalah seorang penulis dan humoris Kanada, humor mempunyai tugas luhur yang ikut mempromosikan nilai-nilai humanisme; yaitu responsibility and tolerance sebagai muara puncak.

Di dalam konteks tersebut, humor yang memiliki perhatian serius terhadap nilai-nilai dinamis kehidupan manusia ditasbihkan sebagai great humor; yaitu produk dari usaha kreatif dan kerja intelektual sekaligus (Lynch, 1988).

Dengan seperti itu, sangat jelas sekali bahwa humor, komedi, comic dan sebagainya bukan laku asal-asalan; melainkan merupakan kerja kreativitas yang komplit dengan aspek kecerdikan.

Saya ingin menarik konsepsi di atas dalam konteks kita, hal mana aspek-aspek yang penting di balik humor kurang terekspos. Sehingga, banyak para komedian cenderung memakai segala cara untuk membuat pemirsanya tertawa, meski aksi tersebut menertawakan sesuatu yang sangat riskan dalam konteks kemanusiaan dan kebinekaan bangsa.

Misalnya, ihwal isu rasis yang sampai hari ini galib dieksploitasi demi kejenakaan semata. Padahal rasis sama sekali bukan bahan lelucon. Dia ialah topik yang sangat riskan bagi masyarakat multikultur seperti kita.

Sejak awal kita harus sadar bahwa potensi rasisme di Indonesia sangat besar karena bangsa ini terkumpul dari berbagai latar belakang ras dan suku yang berbeda. Akan tetapi porsi “rasisme’, khususnya di dalam humor, masih sangat minim di wacanakan ke publik.

Padahal isu ini menjadi salah satu potensi konflik yang serius. Kita masih lebih suka memakai terma abreviasi “SARA’ daripada langsung memakai kata “rasisme’.

Humor mempunyai pengertian yang sangat luas. Belum ada definisi yang mengikat dan tunggal. Akan tetapi setidaknya terdapat tiga komponen penting dalam humor yang perlu diperhatikan.

Yaitu wit adalah kejenakaan yang cerdas, mirth adalah keriangan dan kegembiraan, dan laughter adalah gelak tawa. Ketiga komponen tersebut sangat penting dipahami sebelum kita telanjur bermain-main dengan humor.

Akan tetapi, naifnya di dalam KBBI humor dapat diartikan sebagai sesuatu yang lucu tanpa memaparkan unsur lain dalam komponen humor, seperti “retorika’ dalam aspek tradisi filsafat ataupun unsur “kejenakaan yang cerdas’, alih-alih menegasikan nilai humanis. Distorsi yang semacam ini dapat menjadi cikal bakal kesembarangan kita dalam mempraktikkan humor di depan publik.

Praktik berhumor dapat saja tak lagi melihat aspek retorika dan unsur kecerdasan dalam kejenakaan. Akhirnya sumber apa pun dapat dijadikan gocekan demi mendulang kelucuan, walau isu-isu yang sangat riskan bagi bangsa Indonesia seperti masalah ras, masalah suku, dan juga masalah agama dan antargolongan.

Di dalam tradisi Yunani kuno, Socrates dan Plato, dua filsuf Yunani awal yang memperkenalkan humor dalam jagat filsafat dan juga menyebut humor sebagai bentuk retorika. Terutama Socrates sendiri sangat serius di dalam memperhatikan retorika humor sebagai bagian dari diskursus dan wacana bahasa yang menggunakan mekanisme linguistik dengan memadukan simbol, metafora, dan metonim (Weaver, 2010). Sayangnya, aspek retorika sebagai bagian esensial dari humor kurang diperhatikan saat ini.

Kebergunaan humor sangatlah jelas dan efektif. Lihat contohnya mantan presiden kita Gus Dur yang telah mengajarkan kita tentang memaknai humor. Baginya, humor adalah ibarat ice breaker yang menerobos tembok tebal tensi dan ketegangan demi ketegangan. Humor sendiri ingin menjelaskan sisi lain kehidupan, suatu hal yang sulit terpapar dalam kehidupan formal.

Untuk menerobos kebuntuan kehidupan sosial, humor akan selalu menjadi lelucon yang cespleng namun cerdas. Gus Dur dalam pengantar buku nya yang berjudul Mati Ketawa Cara Rusia, melihat bahwa rasa humor dari sebuah masyarakat mencerminkan daya tahannya yang tinggi di hadapan semua kepahitan dan kesengsaraan.

Kemampuan untuk menertawakan diri sendiri ialah petunjuk adanya keseimbangan antara tuntutan kebutuhan dan rasa hati di satu pihak dan kesadaran akan keterbatasan diri di pihak lain. Kepahitan yang diakibatkan kesengsaraan, diimbangi oleh pengetahuan nyata akan keharusan menerima kesengsaraan tanpa patahnya semangat untuk hidup. Dengan begitu, humor adalah sublimasi kearifan sebuah masyarakat.

Dalam perkembangannya, humor menjadi pengejawantahan tentang eksistensi kehidupan manusia itu sendiri. Bahkan, di dalam banyak aspek, selera humor yang melekat pada person menjadi salah satu nilai lebih.

Humor Rasis 1

Kecenderungan manusia modern selalu menempatkan rasa humor (sense of humor) sebagai bagian penting di dalam konteks emotional intelligence seseorang. Bahkan filsuf yang bernama Ludwig Wittgenstein mengatakan bahwa a serious and good philosophical work could be written consisting entirely of jokes demi menegaskan tentang pentingnya selera humor dalam aspek kehidupan, bahkan pun itu kepada para filsuf sekalipun.

Akan tetapi ketika humor hanya melulu dipahami sebagai sesuatu yang lucu, maka tidak heran bahwa komedian kita kerap mereproduksi isu yang memarakkan stigma dan stereotype terhadap ras ataupun golongan tertentu.

Tanpa adanya wacana intens untuk mengkritisi dan mengutuk lelucon dan humor rasis, saya paham kenapa banyak sekali jokes dan humor yang dipraktikkan di arena publik -termasuk dalam acara stand up comedy- selalu menyentil persoalan rasis sebagai senjata kesukaannya.

Tiffany Shelton

Back to top